Pengumuman Hasil tes CPNS 2010 Jambi

SILAHKAN KLIK LINK-LINK BERIKUT
Pengumuman Hasil Ujian Tertulis CPNS 2010 Kota Sungai Penuh :

Pengumuman Hasil Ujian Tertulis CPNS 2010 Kab Tanjabbar :


Pengumuman Hasil Ujian Tertulis CPNS 2010 Kab Tanjabtim :



Pengumuman Hasil Ujian tertulis CPNS 2010 Kab Tebo :


Pengumuman Hasil Ujian Tertulis CPNS 2010 Kab Batanghari :




Pengumuman Hasil Ujian Tertulis CPNS 2010 Kab Merangin :



Pengumuman Hasil Ujian Tertulis CPNS 2010 Propinsi Jambi:


Pengumuman Hasil Ujian Tertulis CPNS 2010 Kerinci :



Pengumuman Hasil Ujian tertulis CPNS 2010 Kab Sarolangun :




Pengumuman Hasil Ujian tertulis CPNS 2010 Kab Muaro Jambi :

Peran Keilmuan Perempuan

(Menyongsong Hari Ibu Tahun 2010)
Oleh: Drs Allan Setyoko MPdI
Persoalan perempuan telah memperoleh perhatian besar di seantero dunia saat ini. Dahulu di waktu yang lama perempuan tunduk sepenuhnya kepada laki-laki, khususnya dalam masyarakat patriarkhal, sementara kebanyakan masyarakat adalah patriarkhal. Jadi, selama berabad-abad, barangkali hampir disebut sebagai hukum alam, perempuan dipandang inferior di depan laki-laki dan kebanyakan mereka tunduk di bawah otoritas laki-laki. Paradigma itu untuk kekinian telah bergeser seiring banyaknya cara pandang terhadap perempuan. Bahkan dengan jelas Al-Quran, mempunyai semangat keadilan dan egalitarian, termasuk dalam menempatkan hubungan antara laki-laki dan perempuan.

Hal ini berimbas pada penempatan dan partisipasi perempuan terbebas dari bias-bias gender dan sikap tidak mengakui kemampuan perempuan dalam bidang apapun.
Partisipasi perempuan dapat dilihat pada dua level, yaitu level human female (manusia perempuan) dan level feminis atau ideal women. Sebagai penganut Islam, pada level human female perempuan adalah muslimah, yang mengamalkan ajaran agamanya, melakukan ibadah yang bersifat ritual dan dijanjikan pahala nantinya. Sementara pada level ideal women perempuan adalah simbol kebaikan dan kasih Tuhan, sesuatu yang diidamkan semua perempuan. Dalam lapangan keilmuan, yang terakhir ini dimaksudkan sebagai perempuan yang berpengetahuan luas dan diakui karena keilmuannya.

Pandangan Islam

Fundamen intelektual dan kultural umat Islam tidak mungkin mengabaikan sentralitas posisi teks Al-Quran dalam dialektikanya dengan realitas. Pada titik ini, berbagai sikap terhadap keilmuan dalam Islam termasuk keilmuan perempuan, tidak dapat dilepaskan dari pergumulan kaum muslimin dengan Al-Quran. 'Ulama atau, bentuk personalnya, 'alim, secara etimologis berasal dari kata yang sama dengan 'ilm, 'alam, atau ma'lum. 'Ilm adalah pengetahuan yang teratur (systematic knowledge), 'alam adalah benda yang kita tangkap dengan pancaindra, dan ma'lum adalah mengetahui.

Dari hubungan ketiga kata tersebut, dapat dipahami bahwa ilmu berkaitan dengan sesuatu yang diketahui atau dapat diketahui oleh manusia. Dengan kata lain, ilmu adalah pengetahuan manusia. Di dalam Al-Quran kata 'ulama hanya disebutkan sebanyak dua kali, yaitu dalam surat Al-Syu'ara dan Al-Fathir. Sedangkan kata 'alim dalam Al-Quran disebutkan sebanyak 163 kali.Hampir semua kata ini merujuk pada Allah sebagai Yang Maha Mengetahui. Di dalam surat Al-Ankabut 'alim muncul setelah dipaparkan perumpamaan tentang sebuah rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba; yang dapat memahami perumpamaan tersebut hanyalah manusia yang mempunyai ilmu ('alim). Konteks penempatan dua ayat tersebut setidaknya menegaskan bahwa aktifitas keilmuan adalah mengamati, meneliti, observasi.

Dalam hadits, sangat populer diberitakan bahwa menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim (penganut Islam laki-laki) dan muslimah (penganut Islam perempuan). Jelas sekali dalam hadits tersebut dibedakan antara muslim dan muslimah. Namun, meskipun dibedakan, keduanya mempunyai kewajiban sama untuk menuntut ilmu. Sehingga dapat disimpulkan dan ditegaskan bahwa untuk memperoleh ilmu, keduanya sama-sama berhak untuk memperoleh akses ilmu pengetahuan dalam bidang apa pun.Mereka yang berilmu dan mau melakukan observasi alam disebut ulul albab. Istilah ini sama sekali tidak bias jender, misalnya menetapkan bahwa laki-laki saja yang bisa meraihnya, melainkan hanya mereka yang dapat melakukan observasi keilmuan semata, baik laki-laki maupun perempuan.

Ini menunjukkan bahwa kecerdasan perempuan tidak lebih rendah dari kecerdasan laki-laki. Bahkan kecerdasan emosional (emotional quotient, EQ) yang muncul pada tahun 90-an sebagai kritik terhadap teori kecerdasan rasional (intellectual quotient, IQ), justru mengesankan kaum perempuan lebih potensial memilikinya.

Human Female dan Ideal Woman

Pada masa turun wahyu, peran baca-tulis sangat besar artinya. Diantara sedikit penduduk suku Quraisy yang dapat baca-tulis, terdapat beberapa perempuan.
Salah satunya adalah adik perempuan Umar. Jika memang kemampuan baca-tulis ketika itu sangat minim dan bisa dikatakan sebagai standar intelektualitas, maka telah ada ulama atau intelektual perempuan.Pada masa sebelumnya, pra-Islam, penyair yang mempunyai kedudukan tinggi dalam stratafikasi sosial masyarakat Arab juga terdapat perempuan. Bahkan di antara penyair perempuan ada yang masuk dalam kategori penyair mu'allaqat, yaitu Al-Nabighah.Pada masa pengumpulan wahyu, di antara yang mempunyai catatannya adalah Aisyah, Ummu Salamah, dan Hafsah. Menariknya, catatan wahyu Hafsah walaupun catatan personal, pada masa Usman digunakan sebagai salah satu sumber dalam kodifikasi Usman (mushaf usmani). Mushaf-mushaf perempuan ini menunjukkan betapa pada masa itu perempuan telah dipercaya memegang peran intelektual.
Peran-peran perempuan di atas jelas tidak sekadar peran keperempuanan semata (human female), melainkan lebih pada peran ideal women yang sejajar dengan laki-laki.
Sebaliknya, di dalam keilmuan Al-Quran peran sebagai human female seringkali justru lebih mengarah ke persoalan-persoalan fiqh menyangkut pola relasi hubungan suami-istri, kesaksian perempuan, dan bahkan terkait dengan hal lain yang sebenarnya barangkali tidak terlalu perlu diperdebatkan, seperti penciptaan perempuan.
Walaupun pada masa berikutnya terjadi penurunan jumlah tetapi penurunan jumlah ini bukan berarti bahwa secara intelektual perempuan lebih rendah dari laki-laki atau adanya kelemahan dari yang mereka riwayatkan, melainkan lebih pada adanya faktor sosial-politik yang mempengaruhi. Seperti keberpihakan bangsa Arab yang juga diikuti sikap menganggap bahwa perempuan lebih rendah dan inferior dari laki-laki.
Padahal dalam konteks keilmuan, tidak ada pembatasan secara dogmatis dalam Islam tentang posisi perempuan. Dengan kata lain, dalam konteks keilmuan, Islam tidak mengenal istilah superior–inferior berdasarkan gender. Nilai-nilai Islam yang bersifat egaliter ini telah memungkinkan munculnya banyak ulama perempuan yang mengambil peran didalam pengembangan keilmuan. Terutama di masa-masa awal Islam ( masa Rasul dan para sahabat rasul ).
Kekinian Perempuan di Indonesia
Merefleksi dari penelusuran sejarah Islam di atas, maka pada kesempatan ini penulis mengajak kita semua umat Islam khususnya para intelektual muslim dan umumnya masyarakat intelektual Indonesia, untuk mereposisi kembali posisi perempuan dalam kaitannya dengan pengembangan keilmuan. Sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia telah mencatat nama-nama perempuan yang turut andil dalam aktivitas politik. Perjuangan pisik melawan penjajah telah mengabadikan nama-nama seperti Cut Nyak Dien, Martha Tiahahu, Yolanda Maramis, dsb. Dalam pergerakkan nasional muncul nama Rasuna Said dan Trimurti. Sedangkan RA. Kartini dan Dewi Sartika, telah terpatri nama-nama mereka sebagai orang yang memperjuangkan hak-hak wanita untuk memperoleh pendidikan yang setara dengan pria.

Kemajuan perempuan yang dicapai bangsa Indonesia kini sungguh menggembirakan dan kita saksikan diberbagai profesi, fungsi dan posisi serta forum dan momentum, perempuan tampil mempesona dan mengagumkan, hal diatas didasarkan pada Instruksi Presiden RI No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Walaupun secara kualitatif Perempuan Indonesia belum secara proporsional mempengaruhi dan menentukan proses dan produk politik Indonesia, jika dilihat dari jumlah populasi perempuan berjumlah lebih dari 50% dari total penduduk Indonesia. Sehingga kedepan diharapkan perempuan yang selama ini lebih mementingkan masalah perannya dan terjebak oleh feodalisme dan kepentingan-kepentingan sesaat, serta kurang mampu melihat wawasan yang lebih luas, padahal banyak masalah yang sebenarnya harus segera ditangani dapat menyadarinya.

Tantangan ke depan yang masih cukup besar dan menghadang karena masih muncul perendahan martabat perempuan dikalangan masyarakat laki-laki seperti; perempuan dijadikan barang komoditi, pelampiasan nafsu, diperjual belikan, dipajang sebagai iklan atau promosi barang, dll. Atau boleh jadi kaum perempuan itu sendiri yang tidak menyadari akan dirinya seperti mengikuti tren kekinian dengan mode kuno atau primitive, karena alasan ingin mendapatkan uang, mereka menceburkan dirinya dalam dunia hitam, mencemarkan nama baiknya sendiri dengan menggugurkan anak kandungnya sendiri, dan lain sebagainya.

Ditengah-tengah era reformasi dan globalisasi ini, tidak ada perbedaan laki-laki dan perempuan untuk sama-sama bertarung memainkan peran dalam merebut dan meraih kehidupannya yang layak. Sehingga kesetaraan Gender, di mana kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperolah kesempatan, partisipasi dan hak-haknya dalam berperan pada berbagai kehidupan IPOLEKSOSBUDHANKAM dan kesamaan menikmati hasil pembangunan dapat di akses, partisipasi, control dan bermanfaat. (*)
*) Drs Allan Setyoko MpdI, adalah Kepala MA GUPPI Jambi.
Software Iklan Baris Massal